Menu

Mode Gelap
Keluarga Korban Penembakan di Papua Minta APH Segera Tangkap Pelaku dan Proses Hukum 332 Rumah di Gowa Rusak Diterjang Angin Puting Beliung Proyek Jalan Palesan – Buakayu Tator Disorot: Warga Duga Dikerjakan “Asal-asalan”, BPBD Beri Ultimatum Sambut HUT ke-61, Golkar Luwu Timur Gelar Pasar Murah dan Bakti Sosial PN Makale Tunda Eksekusi Tongkonan Ka’pun, Prioritaskan Mediasi dan Solusi Kekeluargaan Sidang Tera Ulang di Pasar Tradisional Lindungi Konsumen dan Produsen Lewat Alat Ukur Standar

News

AJI Indonesia Kecam Pencabutan ID Card Istana: Sebuah Pembungkaman Terhadap Pers

badge-check


					AJI Indonesia Kecam Pencabutan ID Card Istana: Sebuah Pembungkaman Terhadap Pers Perbesar

Jakarta,Pedomanindonesia, ID, — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengeluarkan pernyataan tegas terkait pencabutan kartu identitas liputan Istana yang dialami oleh jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia. Pencabutan tersebut dilakukan oleh Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, yang berdalih bahwa tindakan itu disebabkan oleh pertanyaan yang diajukan oleh Diana kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah menjadi sorotan publik.

Pencabutan ID Card ini terjadi setelah Diana mengajukan pertanyaan kepada Presiden Prabowo pada Sabtu, 27 September 2025, di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pasca-kepulangan Presiden dari lawatan luar negeri. Menurut Biro Pers Istana, pertanyaan yang diajukan oleh Diana dianggap “di luar konteks,” karena pihak Istana hanya ingin wartawan bertanya mengenai kegiatan Presiden dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Namun, AJI Indonesia menilai bahwa alasan tersebut merupakan bentuk pembatasan terhadap kebebasan pers. Sebagai jurnalis, Diana memiliki kewajiban untuk mengajukan pertanyaan yang relevan dengan kepentingan publik, termasuk masalah yang terkait dengan keracunan massal yang menimpa ribuan siswa akibat program MBG.

Setelah kejadian tersebut, Biro Pers Istana mengirimkan stafnya ke kantor CNN Indonesia sekitar pukul 20.00 WIB untuk mengambil kembali kartu identitas liputan Istana yang sebelumnya diberikan kepada Diana. Ketika ditanyakan mengenai alasan penarikan, pihak Biro Pers menyebut bahwa pertanyaan Diana tidak sesuai dengan konteks yang telah ditentukan.

AJI Indonesia menyebut tindakan ini sebagai bentuk represi terhadap kebebasan pers yang melanggar hak wartawan untuk melakukan tugas jurnalistiknya tanpa intervensi. “Pencabutan kartu identitas ini adalah bentuk penyensoran yang tidak dapat dibenarkan. Jurnalis harus diberikan kebebasan untuk bertanya mengenai isu-isu penting yang berhubungan dengan publik,” ungkap Nany Afrida, Ketua Umum AJI Indonesia, dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan pada hari ini.

AJI Indonesia juga menyoroti bahwa pembatasan terhadap wartawan bukanlah hal baru. Sebelumnya, jurnalis di beberapa daerah seperti Semarang, Lombok Timur, dan Sorong juga mengalami intimidasi saat meliput program MBG.

Dalam pernyataan sikapnya, AJI Indonesia menuntut beberapa hal sebagai respons terhadap tindakan tersebut, antara lain:

1. Mengecam keras tindakan represi berupa pembatasan materi pertanyaan kepada Presiden Prabowo, yang bertentangan dengan Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kebebasan pers.

2. Pencabutan kartu identitas liputan Istana yang menghambat kebebasan pers dan melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menghalangi tugas wartawan dapat dipidana.

3. Menuntut permintaan maaf terbuka dari Presiden Prabowo Subianto kepada masyarakat atas pembatasan kerja jurnalis yang merugikan hak publik atas informasi.

4. Meminta pemecatan dan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam upaya penyensoran dan penghalang-halangan terhadap jurnalis.

AJI Indonesia juga mengingatkan agar pemerintah tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk mengendalikan atau membatasi tugas jurnalis, yang seharusnya dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Tindakan seperti ini bukan hanya merusak demokrasi, tetapi juga merusak prinsip-prinsip kebebasan pers yang seharusnya dijaga dengan baik di negara demokrasi seperti Indonesia,” tambah Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia.

Kasus ini, menurut AJI Indonesia, menunjukkan pentingnya menjaga independensi dan kebebasan pers, terutama di tengah tantangan yang semakin kompleks dalam pemberitaan isu-isu kritis yang menyangkut kepentingan publik.

Baca Lainnya

Keluarga Korban Penembakan di Papua Minta APH Segera Tangkap Pelaku dan Proses Hukum

10 Oktober 2025 - 14:26 WIB

332 Rumah di Gowa Rusak Diterjang Angin Puting Beliung

8 Oktober 2025 - 18:42 WIB

Sambut HUT ke-61, Golkar Luwu Timur Gelar Pasar Murah dan Bakti Sosial

7 Oktober 2025 - 08:35 WIB

PN Makale Tunda Eksekusi Tongkonan Ka’pun, Prioritaskan Mediasi dan Solusi Kekeluargaan

6 Oktober 2025 - 19:30 WIB

Sidang Tera Ulang di Pasar Tradisional Lindungi Konsumen dan Produsen Lewat Alat Ukur Standar

6 Oktober 2025 - 18:47 WIB

Trending di Ekobis